Jumat, 30 Desember 2011

LAPORAN PENDAHULUAN TB PARU

KONSEP PENYAKIT
GANGGUAN SISTEM PERNAFASAN
PADA KASUS TUBERKULOSIS PARU ( TBC )



I.                   PENGERTIAN.
Tuberkulosis paru ( TB Paru ) adalah penyakit infeksi yang menyerang paru, yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberkulosis paru sejenis kuman yang berbentuk batang dengan sifat yang tahan asam.

II.                ETIOLOGI.
Penyebabnya adalah kuman microorganisme yaitu mycobacterium tuberkulosis dengan ukuran panjang 1 – 4 um dan tebal 1,3 – 0,6 um, termasuk golongan bakteri aerob gram positif serta tahan asam atau basil tahan asam.

III.             PATOFISIOLOGI.
Penularan terjadi karena kuman dibatukan atau dibersinkan keluar menjadi droflet nuklei dalam udara. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1 – 2 jam, tergantung ada atau tidaknya sinar ultra violet. dan ventilasi yang baik dan kelembaban. Dalam suasana yang gelap dan lembab kuman dapat bertahan sampai berhari – hari bahkan berbulan, bila partikel infeksi ini terhisap oleh orang yang sehat akan menempel pada alveoli kemudian partikel ini akan berkembang bisa sampai puncak apeks paru ssebelah kanan atau kiri dan dapat pula keduanya dengan melewati pembuluh linfe, basil berpindah kebagian paru – paru yang lain atau jaringan tubuh yang lain.

Setelah itu infeksi akan menyebar  melalui sirkulasi, yang pertama terangsang adalah limfokinase, yaitu akan dibentuk lebih banyak untuk merangsang macrofage, berkurang tidaknya jumlah kuman tergantung pada jumlah macrofage. Karena fungsinya adalah membunuh kuman / basil apabila proses ini berhasil & macrofage lebih banyak maka klien akan sembuh dan daya tahan tubuhnya akan meningkat. Tetapi apabila kekebalan tubuhnya menurun maka kuman tadi akan bersarang didalam jaringan paru-paru dengan membentuk tuberkel ( biji – biji kecil sebesar kepala jarum ).

Tuberkel lama  kelamaan akan bertambah besar dan bergabung menjadi satu dan lama-lama timbul perkejuan ditempat tersebut.apabila jaringan yang nekrosis dikeluarkan saat penderita batuk yang menyebabkan pembuluh darah pecah, maka klien akan batuk darah ( hemaptoe ).

IV.              TANDA DAN GEJALA.
Tanda dan gejala pada klien secara obyektif adalah :
1.      Keadaan postur tubuh klien yang tampak etrangkat kedua bahunya.
2.      BB klien biasanya menurun;  agak kurus.
3.      Demam, dengan suhu tubuh bisa mencapai 40 - 41° C.
4.      Batu lama, > 1 bulan atau adanya batuk kronis.
5.      Batuk yang kadang disertai hemaptoe.
6.      Sesak nafas.
7.      Nyeri dada.
8.      Malaise, ( anorexia, nafsu makan menurun, sakit kepala, nyeri otot, berkeringat pada malam hari ).

V.                 THERAPI / PENGOBATAN.
v  Ada 2 sifat dari penatalksanaan pengobatan TB paru :
1.   Aktivitas Baktrisid.           
Sifat kuman membunuh aktivitas baktrisid biasanya diukur dari kecepatan obat tersebut membunuh, sehingga pada pembiakan akan didapatkan hasil yang negative atau 2 bulan dari pengobatan awal.

2.      Aktivitas Sterilisasi.
Sifat membunuh kuman yang pertumbuhannya lambat ( metabolisme kurang aktif ). Aktivitas sterilisasi diukur daria angka kekambuhan setelah pengobatan yang ditentukan.

v  Dalam pengobatan TB paru dibagi 2 bagian
1.      Jangka pendek.
Dengan tata cara pengobatan ; setiap hari dengan jangka waktu 1 – 3 bulan.
§  Streptomisin inj 750 mg.
§  Pas 10 mg.
§  Ethambutol 1000 mg.
§  Isoniazid 400 mg.

Kemudian dilanjutkan dengan jangka panjang, tata cara pengobatannya adalah setiap 2 x seminggu, selama 13 – 18 bulan, tetapi setelah perkembangan pengobatan ditemukan terapi.

Therapi TB paru dapat dilakkukan dengan minum obat saja, obat yang diberikan dengan jenis ;
§  INH.
§  Rifampicin.
§  Ethambutol.
Dengan fase selama  2 x seminggu, dengan lama pengobatan kesembuhan menjadi  6-9 bulan.

2.      Dengan menggunakan obat program TB paru kombipack bila ditemukan dala pemeriksan sputum BTA ( + ) dengan kombinasi obat ;
§  Rifampicin.
§  Isoniazid ( INH ).
§  Ethambutol.
§  Pyridoxin ( B 6 ).


VI.              REFERENSI.
1.      Doenges. E. Marylin. Nursing Care Plan. 1992. EGC. Jakarta.
2.      Pearce. C. Evelyn. Anatomi dan Fisiologi untuk paramedis. 1990. Jakarta.
3.      Materi  ajaran 217 tentang TB paru, Dosen ; Murjani maun S.St.
4.      Makalah seminar  sehari ASKEP TB PARU. Di RSU ULIN Banjarmasin. Oleh Mahasiswa AKPER DEPKES Banjarbaru. 1998.             





KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
PASIEN DENGAN TB PARU

PENGKAJIAN.
1.      Aktivitas / istirahat.
Gejala                    :     ·    Kelelahan umum dan kelemahan.
·         Nafas pendek karena bekerja.
·         Kesulitan tidur pada malam atau demam pada malam hari, menggigil dan atau berkeringat.
·         Mimpi buruk.

Tanda                      :     ·    Takhikardi, tachipnoe, / dispnoe pada kerja.
                                      ·    Kelelahan otot, nyeri dan sesak ( pada tahap lanjut ).

2.      Integritas Ego.
Gejala                    :     ·    Adanya faktor stres lama.
·         Masalah keuanagan, rumah.
·         Perasaan tak berdaya /  tak ada harapan.
·         Populasi budaya.

Tanda                      :     ·    Menyangkal. (khususnya selama tahap dini)
·         Ancietas, ketakutan, mudah tersinggung.

3.      Makanan / cairan.
Gejala                    :     ·    Anorexia.
·         Tidak dapat mencerna.
·         Penurunan BB.

Tanda                    :     ·    Turgor kulit buruk.     
·         Kehilangan lemak subkutan pada otot.

4.      Nyeri / kenyamanan.
Gejala                    :     ·    Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.
Tanda                    :     ·    Berhati-hati pada area yang sakit.
                                    ·    Perilaku distraksi, gelisah.

5.      Pernafasan.
Gejala                    :     ·    Batuk produktif atau tidak produktif.
·         Nafas pendek.
·         Riwayat tuberkulosis / terpajan pada individu terinjeksi.

Tanda                    :     ·    Peningkatan frekuensi nafas.
·         Pengembangan pernafasan tak simetris.
·         Perkusi dan penurunan fremitus vokal, bunyi nafas menurun tak secara bilateral atau unilateral (effusi pleura / pneomothorax) bunyi nafas tubuler dan / atau bisikan pektoral diatas lesi luas, krekels tercatat diatas apeks paru selam inspirasi cepat setelah batuk pendek (krekels – posttusic).
·         Karakteristik sputum ; hijau purulen,mukoid kuning atau bercampur darah.
·         Deviasi trakeal ( penyebaran bronkogenik ).
·         Tak perhatian, mudah terangsang yang nyata, perubahan mental  ( tahap lanjut ).

6.      Keamanan.
Gejala                    :     ·    Adanya kondisi  penekana imun, contoh ; AIDS, kanker, tes HIV positif (+)
Tanda                    :     ·    Demam rendah atau sakit panas akut.

7.      Interaksi sosial.
Gejala                    :     ·    Perasaan isolasi / penolakan karena penyakit menular.
·         Perubahan pola biasa dalam tangguang jaawab / perubahan kapasitas fisik untuk melaksankan peran.

8.      Penyuluhan / pembelajaran.
Gejala                    :     ·    Riwayat keluarga TB.
·         Ketidakmampuan umum / status kesehatan buruk.
·         Gagal untuk membaik / kambuhnya TB.
·         Tidak berpartisipasi dalam therapy.


PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK.

1.      Kultur sputum :  positif untuk mycobakterium pada tahap akhir penyakit.
2.      Ziehl Neelsen  :  (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan cairan darah) positif untuk basil asam cepat.
3.      Test kulit         :  (PPD, Mantoux, potongan  vollmer) ; reaksi positif (area durasi 10 mm)  terjadi 48 – 72 jam setelah injeksi intra dermal. antigen menunjukan infeksi masa lalu dan adanya anti body tetapi tidak secara berarti menunjukan  penyakit aktif. Reaksi bermakna pada pasien yang secara klinik  sakit berarti bahwa TB aktif tidak dapat diturunkan atau infeksi disebabkan oleh mycobacterium yang berbeda.
4.      Elisa / Western Blot : dapat menyatakan adanya HIV.
5.      Foto thorax ; dapat menunjukan infiltrsi lesi awal pada area paru atas, simpanan kalsium lesi sembuh primer atau efusi cairan, perubahan menunjukan lebih luas TB dapat masuk rongga area fibrosa.
6.      Histologi atau kultur jaringan  ( termasuk pembersihan gaster ; urien dan cairan serebrospinal, biopsi kulit ) positif untuk mycobakterium tubrerkulosis.
7.      Biopsi jarum pada jarinagn paru ; positif untuk granula TB  ; adanya sel raksasa menunjukan nekrosis.
8.      Elektrosit, dapat tidak normal tergantung lokasi dan bertanya infeksi ; ex ;Hyponaremia, karena retensi air tidak normal, didapat pada TB paru luas. GDA dapat tidak normal tergantung lokasi, berat dan kerusakan sisa pada paru.
9.      Pemeriksaan fungsi pada paru ; penurunan kapasitas vital, peningkatan ruang mati, peningkatan rasio udara resido dan kapasitas paru total dan penurunan saturasi oksigen sekunder terhadap infiltrasi parenkhim /  fibrosis, kehilangan jaringan paru dan penyakit pleural ( TB paru kronis luas )

DIAGNOSA KEPERAWATAN.

1.      Bersihan jalan nafas tak efektif, dapat duhubungkan dengan ;
·         Sekret kental / sekret darah.
·         Kelemahan, upaya batuk buruk.
·         Edema tracheal / faringeal.
 Dapat ditandai dengan ;
·         Frekuensi pernafasan, irama, kedalaman tak normal.
·         Bunyi nafas tak normal, ( ronchi, mengi ) stridor.
·         Dispnoe.

Rencana jangka pendek :
·    membersihkan nafas pasien.
·    mengeluarkan sekret tanpa bantuan.

Rencana jangka panjang  :  Menunjukan perilaku untuk memperbaiki / mempertahankan  bersihan jalan nafas.

Ø  Rencana keperawatan.

1.      Kaji fungsi pernafasan, contoh bunyi nafas, kecepatan, irama dan kedalaman serta penggunaan otot aksesori.
2.      Catat kemampuan untuk mengeluarkan mukosa / batuk efektif, catat karakter, jumlah sputum dan adanya hemoptisis.
3.      Berikan pasien posisi semi atau fowler tinggi, bantu pasien untuk latihan nafas dalam.
4.      Bersihkan sekret dari mulut dan trakea ; pengisapan sesuai denagn keperluan.

Ø  Rasionalisasi

1.      Penurunan bunyi nafas dapat menunjukan atelektasis, ronchi, mengi, menunjukan akumulasi sekret / ketidakmampuan untuk membersihkan jalan nafas yang dapat menimbulkan pengguanaan otot aksesori pernafasan dan peningkatan kerja pernafasan.
2.      Pengeluaran sulit bila sekret sangat tebal ( misalnya ; efek infeksi dan atau tidak adekuat hydrasi ) sputum berdarah kental atau darah cerah diakibatkan oleh kerusakan ( kapitasi ) paru atau luka bronkial, dan dapat memerlukan  evaluasi / intervensi lanjut.
3.      Posisi membantu memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya pernafasan, ventilasi meksimal membuka area atelektasis dan meningkatkan gerakan sekret kedalam jalan nafas besar untuk dikeluarkan.
4.      Mencegah obstruksi / aspirasi, penghisapan dapat diperlukan bila pasien tidak mampu mengeluarkan sekret.

2.      Pertukaran gas, kerusakan, resiko tinggi. Faktor resiko dapat meliputi :
·         Penurunan permukaan efektif, atelektasis.
·         Kerusakan membran alveolar kapiler.
·         Sekret kental, tebal.
·         Edema bronchial.

Rencana jangka pendek  :   Menunjukan perbaikan ventilasi dan oksigenisasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal.

Rencana jangka panjang   :   Bebas dari gejala distres pernafasan.

Ø  Rencana tindakan.

1.      Kaji diespnoe, tachipnoe, tak normal / menurunnya bunyi nafas, peningkatan upaya pernapasan, terbatasnya ekspansi dinding dada & kelemahan.
2.      Evaluasi perubahan pada tingkat kesadaran, catat sianosis dan / atau perubahan pada warna kulit, termasuk membran mukosa dan kuku.
3.      Tunjukan / dorong bernafas bibir selama ekhalasi, khususnya untuk pasien dengan fibrosis atau kerusakan parenkhim.
4.      Tingkatkan tirah baring / batasi aktivitas dan bantu aktivitas perawatan diri sesuai dengan keperluan.

Ø  Rasionalisasi.

1.      TB paru menyebabkan efek luas pada paru dari bagian kecil broncho pneomonia sampai inflamasi difus luas, necrosis, effusi pleural dan fibrosis luas, efek pernafasan dapat dari ringan  sampai  diespnoe berat sampai diestres pernafasan.
2.      Akumulasi sekret / pengaruh jalan nafas dapat mengganggu oksigenisasi organ vital dan jaringan.
3.      Membuat tahanan melawan udara luar, untuk mencegah kolaps / penyempitan jalan nafas, sehingga membantu menyebarkan udara melalui paru dan menghilangkan / menurunkan nafas pendek.
4.      Menurunkan konsumsi O2 / kebutuhan selama periode penurunan pernafasan dapat menurunkan beratnya gejala.

3.      Infeksi, resiko tinggi  ( penyebaran / aktivitas ulang ). Faktor resiko meliputi :
·         Pertahanan primer tak adekuat, penurunan kerja silia / statis sekret.
·         Kerusakan jaringan / tambahan infeksi.
·         Penurunan pertahanan / penekanan proses imflamasi.
·         Malnutrisi.
·         Terpajan lingkungan.
·         Kurang pengetahuan untuk menghindari pemajanan patogen.

Tujuan jangka pendek    :  Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah / menurunkan  resiko penyebaran infeksi.

Tujuan jangka panjang :  Menunjukan tehnik / melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang aman.

Ø  Rencana tindakan.

1.      Kaji patologi  / penyakit ( aktif  / tak aktif diseminasi infeksi melai bronchus untuk membatasi jaringan jaringan atau melalui aliran darah / sistem limfatik ) dan potensial penyebaran melalui droplet udara selama batuk, bersin, meludah, bicara, dll.
2.      Identifikasi orang lain yang beresiko, contoh anggota rumah, anggota, sahabat karib /  teman.
3.      Anjurkan pasien untuk batuk / bersin dan mengeluarkan pada tissue & menghindari meludah di tempat umum serta tehnik mencuci tangan yang tepat.
4.      Kaji tindakan kontrol infeksi sementara, contohnya masker.

Ø  Rasionalisasi.

1.      Membantu pasien menyadari / menerima perlunya mematuhi programpengobatan untuk mencegah pengaktifan berulang / komplikasi. Pemahaman begaiman penyakit disebarkan & kesadaran kemungkinan tranmisi membantu pasien / orang terdekat mengambil langkah untuk mencegah infeksi ke orang lain.
2.      Orang – orang yang terpajan ini perlu program therapy obat untuk mencegah penyebaran infeksi.
3.      Perilaku yng diperlukan untuk mencegah penyebaran infeksi dapat membantu menurunkan rasa terisolir pasien & membuang stigma sosial sehubungan dengan penyakit menular.

Sabtu, 24 Desember 2011

Asuhan Keperawatan Klien dengan dispepsia


A. Konsep Dasar
1. Pengertian
Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis yang terdiri dari rasa tidak enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan keluhan refluks gastroesofagus klasik berupa rasa panas di dada (heartburn) dan regurgitasi asam lambung kini tidak lagi termasuk dispepsia (Mansjoer A edisi III, 2000 hal : 488). Batasan dispepsia terbagi atas dua yaitu:
a. Dispepsia organik, bila telah diketahui adanya kelainan organik sebagai penyebabnya
b. Dispepsia non organik, atau dispepsia fungsional, atau dispepsia non ulkus (DNU), bila tidak jelas penyebabnya.
 
2. Etiologi
a. Perubahan pola makan
b. Pengaruh obat-obatan yang dimakan secara berlebihan dan dalam waktu yang lama
c. Alkohol dan nikotin rokok
d. Stres
e. Tumor atau kanker saluran pencernaan
 
3. Patofisiologi
Perubahan pola makan yang tidak teratur, obat-obatan yang tidak jelas, zat-zat seperti nikotin dan alkohol serta adanya kondisi kejiwaan stres, pemasukan makanan menjadi kurang sehingga lambung akan kosong, kekosongan lambung dapat mengakibatkan erosi pada lambung akibat gesekan antara dinding-dinding lambung, kondisi demikian dapat mengakibatkan peningkatan produksi HCL yang akan merangsang terjadinya kondisi asam pada lambung, sehingga rangsangan di medulla oblongata membawa impuls muntah sehingga intake tidak adekuat baik makanan maupun cairan.

4. Manifestasi Klinik
a. nyeri perut (abdominal discomfort)
b. Rasa perih di ulu hati
c. Mual, kadang-kadang sampai muntah
d. Nafsu makan berkurang
e. Rasa lekas kenyang
f. Perut kembung
g. Rasa panas di dada dan perut
h. Regurgitasi (keluar cairan dari lambung secara tiba-tiba)

 
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses dimana kegiatan yang dilakukan yaitu : Mengumpulkan data, mengelompokkan data dan menganalisa data. Data fokus yang berhubungan dengan dispepsia meliputi adanya nyeri perut, rasa pedih di ulu hati, mual kadang-kadang muntah, nafsu makan berkurang, rasa lekas kenyang, perut kembung, rasa panas di dada dan perut, regurgitasi (keluar cairan dari lambung secar tiba-tiba). (Mansjoer A, 2000, Hal. 488). Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis (sindrom) yang terdiri dari rasa tidak enak/sakit diperut bagian atas yang dapat pula disertai dengan keluhan lain, perasaan panas di dada daerah jantung (heartburn), regurgitasi, kembung, perut terasa penuh, cepat kenyang, sendawa, anoreksia, mual, muntah, dan beberapa keluhan lainnya (Warpadji Sarwono, et all, 1996, hal. 26)
3. Diagnosa Keperawatan
Menurut Inayah (2004) bahwa diagnosa keperawatan yang lazim timbul pada klien dengan dispepsia.
a. Nyeri epigastrium berhubungan dengan iritasi pada mukosa lambung.
b. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan rasa tidak enak setelah makan, anoreksia.
c. Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan adanya mual, muntah
d. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatannya
4. Rencana Keperawatan
Rencana keperawatan adalah tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan untuk menngulangi masalah keperawatan yang telah ditentukan dengan tujuan.
a. Nyeri epigastrium berhubungan dengan iritasi pada mukosa lambung.
Tujuan : Terjadinya penurunan atau hilangnya rasa nyeri, dengan kriteria klien melaporkan terjadinya penurunan atau hilangnya ras nyeri
INTERVENSI
RASIONAL
1. Kaji tingkat nyeri, beratnya (skala 0 – 10)
2. Berikan istirahat dengan posisi semifowler
3. Anjurkan klien untuk menghindari makanan yang dapat meningkatkan kerja asam lambung
4. Anjurkan klien untuk tetap mengatur waktu makannya
5. Observasi TTV tiap 24 jam
6. Diskusikan dan ajarkan teknik relaksasi
7. Kolaborasi dengan pemberian obat analgesik
1. Berguna dalam pengawasan kefektifan obat, kemajuan penyembuhan
2. Dengan posisi semi-fowler dapat menghilangkan tegangan abdomen yang bertambah dengan posisi telentang
3. dapat menghilangkan nyeri akut/hebat dan menurunkan aktivitas peristaltik
4. mencegah terjadinya perih pada ulu hati/epigastrium
5. sebagai indikator untuk melanjutkan intervensi berikutnya
6. Mengurangi rasa nyeri atau dapat terkontrol
7. Menghilangkan rasa nyeri dan mempermudah kerjasama dengan intervensi terapi lain
b. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan rasa tidak enak setelah makan, anoreksia.
Tujuan : Menunjukkan peningkatan berat badan mencapai rentang yang diharapkan individu, dengan kriteria menyatakan pemahaman kebutuhan nutrisi
INTERVENSI
RASIONAL
1. Pantau dan dokumentasikan dan haluaran tiap jam secara adekuat
2. Timbang BB klien
3. Berikan makanan sedikit tapi sering
4. Catat status nutrisi paasien: turgor kulit, timbang berat badan, integritas mukosa mulut, kemampuan menelan, adanya bising usus, riwayat mual/rnuntah atau diare.
5. Kaji pola diet klien yang disukai/tidak disukai.
6. Monitor intake dan output secara periodik.
7. Catat adanya anoreksia, mual, muntah, dan tetapkan jika ada hubungannya dengan medikasi. Awasi frekuensi, volume, konsistensi Buang Air Besar (BAB).
1. Untuk mengidentifikasi indikasi/perkembangan dari hasil yang diharapkan
2. Membantu menentukan keseimbangan cairan yang tepat
3. meminimalkan anoreksia, dan mengurangi iritasi gaster
4. Berguna dalam mendefinisikan derajat masalah dan intervensi yang tepat Berguna dalam pengawasan kefektifan obat, kemajuan penyembuhan
5. Membantu intervensi kebutuhan yang spesifik, meningkatkan intake diet klien.
6. Mengukur keefektifan nutrisi dan cairan
7. Dapat menentukan jenis diet dan mengidentifikasi pemecahan masalah untuk meningkatkan intake nutrisi.
c. Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan adanya mual, muntah
Tujuan : Menyatakan pemahaman faktor penyebab dan prilaku yang perlu untuk memperbaiki defisit cairan, dengan kriteria mempertahankan/menunjukkan perubaan keseimbangan cairan, dibuktikan stabil, membran mukosa lembab, turgor kulit baik.
INTERVENSI
RASIONAL
1. Awasi tekanan darah dan nadi, pengisian kapiler, status membran mukosa, turgor kulit
2. Awasi jumlah dan tipe masukan cairan, ukur haluaran urine dengan akurat
3. Diskusikan strategi untuk menghentikan muntah dan penggunaan laksatif/diuretik
4. Identifikasi rencana untuk meningkatkan/mempertahankan keseimbangan cairan optimal misalnya : jadwal masukan cairan
5. Berikan/awasi hiperalimentasi IV
1. Indikator keadekuatan volume sirkulasi perifer dan hidrasi seluler
2. Klien tidak mengkomsumsi cairan sama sekali mengakibatkan dehidrasi atau mengganti cairan untuk masukan kalori yang berdampak pada keseimbangan elektrolit
3. Membantu klien menerima perasaan bahwa akibat muntah dan atau penggunaan laksatif/diuretik mencegah kehilangan cairan lanjut
4. Melibatkan klien dalam rencana untuk memperbaiki keseimbangan untuk berhasil
5. Tindakan daruat untuk memperbaiki ketidak seimbangan cairan elektroli
d. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatannya
Tujuan : Mendemonstrasikan koping yang positif dan mengungkapkan penurunan kecemasan, dengan kriteria menyatakan pemahaman tentang penyakitnya.
INTERVENSI
RASIONAL
1. Kaji tingkat kecemasan
2. Berikan dorongan dan berikan waktu untuk mengungkapkan pikiran dan dengarkan semua keluhannya
3. Jelaskan semua prosedur dan pengobatan
4. Berikan dorongan spiritual
1. Mengetahui sejauh mana tingkat kecemasan yang dirasakan oleh klien sehingga memudahkan dlam tindakan selanjutnya
2. Klien merasa ada yang memperhatikan sehingga klien merasa aman dalam segala hal tundakan yang diberikan
3. Klien memahami dan mengerti tentang prosedur sehingga mau bekejasama dalam perawatannya.
4. Bahwa segala tindakan yang diberikan untuk proses penyembuhan penyakitnya, masih ada yang berkuasa menyembuhkannya yaitu Tuhan Yang Maha Esa.